Rabu, 29 Februari 2012

KONSEP PENDIDIKAN KECAKAPAN UNTUK HIDUP (LIFE SKILLS EDUCATION)


1.      Pendahuluan
Dewasa ini masalah “life skills” melalui pendidikan formal menjadi aktual lagi untuk dibahas kembali dengan berbagai macam latar belakangnya yang sangat rasional. Uraian berikut mencoba untuk memahami masalah “life skills” tersebut secara garis besar sebagai wacana bagi para pemerhati masalah pendidikan untuk bahan renungan.
2.      Perjalanan hidup
Untuk mampu menjalani kehidupannya, sejak dilahirkan setiap orang telah dibekali dengan berbagai potensi untuk dapat mengenali tek- teki misteri tentang dirinya. Pengenalan ini dicapainya melalui daya fisiknya, melalui daya fikirnya, melalui daya emosionalnya dan melaui daya spiritualnya yang menyatu menjadi daya kalbu untuk melakukan dialog dan kemudian berkarya sesuai dengan aturan Tuhan, yaitu sang penciptanya. Hal ini dapat dianalogikan dengan potensi pada makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan.
3.      Kecakapan untuk hidup
Kemampuan kecakapan untuk menjalani kehidupan ini pada awalnya berkembang secara alamiah melaui pendidikan informal pada keluarga dan masyarakat. Kemudian secara formal upaya untuk mengembangkan dan memperkuat potensi yang telah ada ini dirancang dengan sistematis kedalam suatu kurikulum untuk diberikan kepada anak didik melalui pendidikan disekolah dengan alokasi waktu dan jam pelajaran tertentu pada setiap minggu, mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah, sampai dengan perguruan tinggi.
4.      Pendidikan kecakapan untuk hidup
Terdapat empat persoalan besar dalam menjalani kehidupan, antara lain: pertama persoalan yang berkaitan dengan dirinya sendiri, kedua persoalan yang berkaitan dengan kebaradaannya bersama-sama dengan orang lain, ketiga persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya disuatu lingkungan alam tertentu, dan keempat persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya, baik yang berkaitan dengan pekerjaan utama yang ditekuni sebagai  mata pencaharian maupun pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.
Selain empat persoalan diatas, terdapat empat jenis pendidikan kecakapan yang perlu diberikan untuk mempersiapkan anak didik agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan atau kemampuan untuk menempuh perjalanan hidup itu baik melalui pendidikan informal didalam keluarga dan masyarakat, maupun melalui pendidikan disekolah hendaknya mencakup:
a.      personal skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengkualitaskan jati dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil sang pencipta di planet bumi ini
b.      social skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia
c.       environmental skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitarnya, untuk menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya
d.      vocatioanal atau oocupational skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis pekerjaan tertentu
5.      Kecakapan untuk menemukan jati diri
personal skills’ atau kecakapan untuk memahami dan menguasai diri sendiri, yaitu suatu kemampuan berdialog yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk dapat mengaktualisasikan jati diri dan menemukan kepribadiannya. Oleh karena itu pada dasarnya personal skills ini mencakup dua macam kemampuan yang saling berpengaruh, yaitu kemampuan yang bersifat ragawi atau jasmani atau ‘physical’ dan kemampuan yang bersifat sukmawi atau rohani atau ‘non-physical’ yang dikategorikan kedalam tiga cabang kemampuan yang menyatu sebagai intik kemampuan kalbu yang bermoral pada diri seseorang, yaitu:
a.    Kemampuan physical, kemampuan ini dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menjaga kesehatan tubuh, raga atau jasmani sebagai tempat bersemayamnnya roh.
b.  Kemampuan intelektual, kemampuan ini yang disebut juga kemampuan akal dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara berdialog dengan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk dapat menguak misteri dari berbagai keberadaan alam fisik dan alam gaib yang telah disediakan oleh sang pencipta.
c.    Kemampuan emosional, kemampuan ini yang disebut juga kemampuan rasa dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan perasaannya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang diberi martabat mulia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di planet bumi.
d.      Kemampuan spiritual, ada dua pertama sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan Tuhan sebagai sang pencipta; kedua sebagai kecakapan untuk berdialog dengan ayat-ayat Tuhan baik yang tertulis di dalam kitab-kitab suci maupun yang tertulis pada semua wujud ciptaan-Nya.
6.      Kecakapan untuk bermasyarakat
‘social skills’ atau kecakapan untuk bermasyarakat diperlukan oleh seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan sesama manusia sebagai tempat untuk bersilaturahmi, untuk mewujudkan rasa kasih sayang yang dihasilkan oleh ‘emotional skills’.
7.      Kecakapan untuk memelihara lingkungan
‘environmental skills’ atau keterampilan untuk menghargai lingkungan diperlukan oleh seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan lingkungan, yaitu alam nyata atau lam wujud dan alam gaib, sebagai tempat manusia berdiri untuk menginjakkan dan melangkahkan kakinya dalam menempuh perjalanan hidup.
8.      Kecakapan untuk menguasai dan menyenangi pekerjaan
‘vocational skills’ atau ‘occupational skills’ dapat digambarkan sebagai kecakapan yang diperlukan oleh seseorang untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang halal untuk menopang kelancaran perjalanan hidupnya.
Kecakapan vokasional yang diperoleh melalui pendidikan informal di dalam keluarga atau masyarakat terdiri atas bermacam-macam jenis kecakapan mulai dari tingkat tenaga kasar, tingkat terampil sampai dengan tingkat mahir. Sedangkan kecakapan vokasioanal yang diperoleh melalui pendidikan formal  di dalam sekolah atau kursus terdiri atas beberapa tingkat keprigelan atau kemahiran yang berjenjang dan diakui secara resmi dengan kategori sebagai berikut:
a. Tingkat tidak terlatih (pembantu pelaksana) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja yang unskilled-lulusan Sekolah Dasar atau yang sederajad.
b.  Tingkat setengah terlatih (pelaksana) dikategorikan sebagai calon tenaga, semi skilled-lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang sederajat dan kursus-kursus singkat keterampilan pra-vokasioanal
c.    Tingkat juru (juru teknik) dikategorikan sebagai tradesman-lulusan Sekolah Menengah Kejujuran, Sekolah Menengah Kedinasan, Sekolah Menengah Umum
d.  Tingkat teknisi (pengatur) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja trades technician-lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dengan mendapat tambahan latihan khusus
e.   Tingkat teknisi ahli (penata ahli) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja higher technician-lulusan Politeknik, Akademi, Diploma pada Perguruan Tinggi
f.  Tingkat sarjana (profesioanal) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja profesional-lulusan Perguruan Tinggi S1, S2, sampai dengan S3
9.      Keterampilan antar berbagai kecakapan untuk hidup
Keempat jenis kecakapan ini, yaitu ‘personal skills’, ‘social skills’,  ‘environmental skills’ dan ‘vocational skills’ bersifat komplementer, saling melengkapi antar yang satu dengan yang lainnya.
10.  Implementasi pendidikan kecakapan untuk hidup
Dalam melaksanakan kebijakan pndidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup, maka fokus utama kegiatan pendidikan haruslah ditujukan untuk mempersiapkan para siswa agar memiliki kecakapan untuk hidup, agar mampu menempuh perjalanan hidup. Untuk pendidikan formal misalnya:
a.      Bagaimana kurikulumnya?
b.      Bagaimana proses pembelajarannya?
c.       Bagaimana pengorganisasian gurunya?
d.      Bagaimana pemanfaatan media belajarnya?
e.      Bagaimana contoh modelnya?


Dibawah ini artikel pendidikan mengenai pendidikan life skills
Artikel Pendidikan
Urgensi Pendidikan Life Skill
04/03/2010
Sepanjang sejarah, orang – orang muda seusia anak didik kita merupakan bagian dari suatu masyarakat yang paling produktif. Namun sayangnya, keproduktifan yang dimiliki oleh rata – rata kaum muda itu tidak termanfaatkan secara optimal disebabkan kurangnya arahan dan motivasi. Maka, yang sering terjadi, alih – alih memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat luas, sebagian kaum muda itu malah menjadi beban bagi lingkungan di mana mereka tinggal. Sebutlah misalnya kenakalan remaja (yang ditandai dengan dilakukannya tawuran, pemakaian alkohol dan narkoba dan lain sebagainya).
Kondisinya semakin parah ketika kaum muda tadi lulus dari sekolah. Mereka terjebak pada masalah pengangguran disebabkan minimnya lapangan pekerjaan dan ketidak-mampuan untuk menciptakan pekerjaan. Bertambahlah deret pengangguran yang merupakan salah satu faktor peningkatan angka kriminal.
Pendidikan disebut – sebut sebagai salah satu penyebab terjadinya situasi ini. Pendidikan dituding telah gagal membantu peserta didik dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi mereka yang nantinya akan berguna bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Mengapa? Karena pendidikan yang berlangsung selama ini hanya mengedepankan kemampuan akademik. Padahal, pendidikan seharusnya dapat memberikan kemampuan yang dibutuhkan anak untuk hidup. Latar belakang inilah yang di kemudian hari mencetuskan perlunya pendidikan yang lebih berorientasi pada life skill (kecakapan hidup).
Pendidikan Life Skill dipandang sebagai solusi tepat bagi permasalahan yang muncul. Team Broad Base Education Depdiknas merumuskan bahwa tujuan pendidikan life skill adalah:
Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
Pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakatr, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang
Membebankan pembelajaran yang fleksibel dan memanfaatkan potensi SDM yang ada di masyarakat dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
6. Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.
Untuk mencapai tujuan ini peserta didik perlu memiliki kecakapan dalam memimpin, berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama dan kecakapan intelektual sekaligus. Selain itu, mereka juga harus memiliki kemauan keras untuk bertanggung jawab dan menghargai diri mereka sendiri. Kecakapan – kecakapan di atas merupakan modal dasar untuk menjalani hidup yang lebih berkualitas. Selebihnya adalah dimilikinya ketrampilan dan keahlian yang diperlukan oleh masyarakat.
Karena, sebagaimana ditulis di muka, pendidikan selama ini masih berorientasi pada kemampuan akademis, maka perlukah kurikulum pendidikan kita diubah? Tidak perlu. Yang perlu kita lakukan adalah menyesuaikan kurikulum yang telah ada agar dapat menjawab kebutuhan – kebutuhan yang diperlukan secara nyata oleh masyarakat.
Pendidikan Life Skill dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Metode pembelajaran setiap mata pelajaran dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang jiwa kepemimpinan, ketrampilan berkomunikasi, bernegosiasi, bekerja sama, memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis, dan mengevaluasi diri sendiri. Selain itu perlu diciptakan atmosfir pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat memiliki kepercayaan diri dengan cara menghargai setiap usaha mereka dan berpikir positif bahwa apapun yang mereka lakukan merupakan bagian dari proses untuk meraih keberhasilan.
Proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa, jika dilaksanakan secara benar, sebetulnya telah dapat mengakomodir kebutuhan siswa akan kecakapan yang penulis sebutkan di muka. Karena itu, guru harus terus menerus dilatih untuk dapat menerapkan metode pembelajaran yang ideal dan efektif. Dan, semestinya tidak berhenti hanya pada pelatihan, evaluasi secara berkala juga diperlukan untuk menjaga agar proses pembelajaran yang ideal itu tetap berlangsung. Bukan hanya sebagai aktifitas yang hangat – hangat tahi ayam.
Selain itu, diperlukan upaya yang serius untuk mengidentifikasi bakat dan kecenderungan masing – masing siswa. Identifikasi atas bakat dan kecenderungan tiap siswa ini penting sebagai acuan dasar dalam melatih ketrampilan mereka. Pelatihan ketrampilan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa lebih menjamin keberhasilan dari upaya untuk meningkatkan ketrampilan menjadi keahlian di kemudian hari. Selanjutnya, tiap sekolah seharusnya menyediakan berbagai jenis pelatihan ketrampilan untuk menampung minat dan bakat masing – masing siswa yang berbeda – beda.
Terakhir, untuk mengadopsi konsep Broad Base Education (BBE) atau Pendidikan Berbasis Luas, diperlukan kecermatan untuk mengetahui kebutuhan yang paling mendesak dari masyarakat setempat. Kebutuhan masyarakat perkotaan tentu berbeda dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu, tentu merupakan upaya yang sia – sia jika melatih siswa agar trampil dalam reparasi komputer, misalnya, di tengah masyarakat yang banyak berkutat di bidang pertukangan kayu. Diperlukan kejelian dalam melihat kebutuhan masyarakat ini. Pemilihan pelatihan yang hanya didasarkan pada prestise tanpa mengacu pada kebutuhan dasar yang mendesak dari masyarakat sekitar hanya akan berujung pada kemubadziran.

Kamis, 16 Februari 2012

 PERBEDAAN PENDEKATAN, STRATEGI, TEKNIK, METODE, TAKTIK DAN MODEL DALAM PEMBELAJARAN

Pendekatan Pembelajaran, dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Strategi Pembelajaran, merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Teknik Pembelajaran, merupakan cara konkrit yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung.
Metode Pembelajaran, merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Taktik Pembelajaran, merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu.
Model Pembelajaran, merupakan bentuk pembelajaran yang bergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Sabtu, 04 Februari 2012

BELAJAR


Belajar ialah suatu proses uasaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar:
1.       Perubahan terjadi secara sadar
2.       Perubahan dalam belajar bersifat continue  dan fungsional
3.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.       Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5.       Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Teori – Teori Belajar
1.       Teori Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari jerman, yang sekarang menjadi diseluruh dunia. Hukum yang berlaku pada pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar yaitu:
a.       Geslat mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsur-unsurnya,
b.      Geslat timbul lebih dahulu dari pada bagian-bagiannya.
Jadi, dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus di pelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Sifat-sifat belajar dengan insight adalah:
a.       Insight tergantung dari kemampuan dasar
b.      Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan
c.    Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati
d.      Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit
e.      Belajar dengan insight dapat diulangi
f.        Insight sekali-kali dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru
Prinsip belajar menurut teori Gesstalt.
a.       Belajar berdasarkan keseluruhan
b.      Belajar adalah suatu proses perkembangan
c.       Siswa sebagai organisme keseluruhan
d.      Terjadi transfer
e.      Belajar adalah reorganisasi pengalaman
f.       Belajar harus dengan insight
g.   Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa
h.      Belajar berlangsung terus-menerus
2.       Teori Belajar Menurut J. Bruner
Kata Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah dikenal. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari siswa, hal itu dimana dapat digolongkan menjadi:
a.      Enactive
seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam- macam keterampilan motorik.
b.      Iconic
Seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar. Mengingat dimana bukunya yang penting diletakkan.
c.      Symbolic
Seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula.
Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini:
1. Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu.
2.  Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa.
3.  Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari.
4.   Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan jawab”nya.
3.       Teori Belajar dari Piaget
 Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut:
1.   Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk mneghayati dunia sekitarnya.
2.       Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
3.   Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
4.       Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
a.       Kemasakan
b.      Pengalaman
c.       Interaksi sosial
d.  Equlibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
5.       Ada 3 tahap perkembangan, yaitu:
a.       Berpikir secara intuitif ± 4 tahun
b.      Beroperasi secara konkret ± 7 tahun
c.       Beroperasi secara formal ± 11 tahun
4.       Teori dari R. Gagne
 Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi yaitu:
1.   Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2.     Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut dengan “The domains of learning” yaitu:
1.     Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan.
2.      Informasi verbal
Dalam hal ini dapat mengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu ini perlu inteligensi.
3.      Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan simbol-simbol.
4.     Strategi kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir.
5.     Sikap
Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa kemampuan ini belajar tidak akan berhasil dengan baik.
5.       Purposeful learning
 Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan yang:
a.       Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain.
Urutan Purposeful learning tanpa bimbingan:
1.     Memperhatikan situasi belajar.
2.     Menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dan kegiatan kepada pencapaian tujuan.
3. Mengadakan usaha-usaha pendahuluuan yang mencakup berpikir produktif dalam hubungan dengan tugas-tugas di dalam bidang:
Ø  Kognitif,
Ø  Psikomor, dan
Ø  Afektif.
4.      Latihan untuk memperoleh kecakapan dan untuk mencapai tujuan.
5.     Mengevaluasi tingkah laku.
6.  Mencapai tujuan (Mengalami kepuasan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang lebih tinggi tingkatannya (daripada sebelum belajar) didalam situasi lain
 atau tidak mencapai tujuan (menubah tujuan, mengubah respons, atau mengundurkan diri).
b.   Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain didalam situasi belajar-mengajar di sekolah.
1.       Memeperhatikan situasi belajar
2.   Menetapkan tujuan: mengarahkan dan memperhatikan kegiatan kepada tercapainya tujuan
3.      Mengadakan percobaan (usaha) dalam bidang:
a.       Kognitif
b.      Psikomotor
c.       Afektif
4.       Latihan/praktek untuk memperoleh kecakapan dan untuk mencapai tujuan
5.       Menilai tingkah laku sendiri
6.       Mencapai tujuan
7.       Memperoleh kepuasan
6.     Belajar dengan Jalan Mengamati dan Meniru (observasional Learning and Imitation)
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model/contoh/teladan.
1.       Model yang ditiru
Model yang diamati dan ditiru siswa dapat digolongkan menjadi:
a.       Kehidupan yang nyata
b.      Simbolik
c.       Representasional
2.       Pengaruh meniru
Menurut Bandura dan Walters, penguasaan tingkah laku atau response baru, pertama-tama adalah hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan (kontiguitas) yang diamati. Menurut teori ini yang penting adalah bagaimana response itu mula-mula dipelajari. Proses tersebut akan lebih jelas dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang berbeda dari pengamatan (observasi) dan peniruan.
a.       Modeling effect
Dengan jalan mengamati dan meniru, siswa menghubungkan tingkah laku dari model dengan response yang baru bagi dirinya, response yang pertama kali dilakukannya. Jelas, model itu harus menunjukkan tingkah laku yang baru bagi siswa tetapi dapat dilakukan oleh siswa tersebut.
b.      Disnhibitory effect
Dengan mengamati model, seorang siswa dapat memperlemah atau memperkuat respons-respons terlarang yang telah dimiliki.
c.       Elicting effect
Dengan mengamati dan meniru suatu model, siswa menghubungkan tingkah laku dari model, dengan respins-respons yang telah dimiliki.
3.       Beberapa faktor yang mempengaruhi peniruan
a.   Konsekuensi dan respons yang dilakukan (hadiah dan hukuman, pengaruh hukuman tidak mudah diramalkan seperti pengaruh hadiah)
b.      Sifat-sifat siswa
Siswa yang suka meniru biasanya adala yang:
Ø  Mempunyai rasa kurang harga diri
Ø  Kurang kemampuannya
Ø  Mereka mempunyai sifat-sifat yang sama seperti dalam model
Ø  Berada dalam suasana perasaan tertentu karena tekanan dari luar atau karena obat.
4.       Melupakan respons yang ditiru
Bandura dan Walters lebih tertarik perhatiannya pada peniadaan (extinction) tingkah laku yang tidak baik dari pada memperlemah tingkah laku yang baik. Beberapa cara untuk meniadakan respons itu adalah:
a.      Tidak memberi hadiah atas suatu response
b.      Menghilangkan penguat yang positif
c.      Menggunakan peransang yang tidak menyenangkan misalnya hukuman
d.      Belajar berkondisi (counterconditioning)
5.       Penerapannya di sekolah
a.  Tingkah laku sosial dapat dipelajari dengan jalan mengamati dan meniru. Sekolah mempunyai peranan yang penting dan mengembangkan tingkah laku sosial siswa-siswa
b.     Tingkah laku psikomotor dapat juga dipelajari dengan jalan mengamati dan meniru
c.      Perkembangan keterampilan vokal
7.       Belajar yang Bermakna
1.       Tipe-tipe belajar
Ada 2 dimensi dalam tipe-tipe belajar, yaitu:
a.  Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan (discovery learning)
b. Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful learnign)
Kalau dua dimensi itu digabung, akan kita peroleh empat macam belajar (Ausubel dan Ribinson) yaitu:
a.      Meaning reception
b.      Rote reception
c.       Meaningful reception
d.      Rote discovery
2.       Struktur dan proses internal
Menurut Ausubel dan Robinson, struktur kognitif itu bersifat piramidal. Bagian puncaknya yang sempit berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum, bagian tengah yang agak luas berisi sub-subkonsep yang kurang umum, dan bagian dasar yang paling luas berisi informasi-informasi khusus (konkret).
Proses pengintegrasian informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada disebut subsumi. Ada dua macam subsumi yaitu:
1.       Subsumi derivatif
Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduannya sehingga terjadi belajar, disebut subsuni dirivatif.
2.       Subsumi korelatif
Bila ide (informasi, konsep dan sebagaiannya) yang baru mengubah ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang telah dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya disebut subsumi korelatif. Subsumi itu bermanfaat untuk memperkuat belajar atau mencegah lupa.
3.       Variabel-variabel di dalam belajar bermakna
Macam-macam variabel struktur kognitif adalah:
1.       Pengetahuan yang telah dimiliki
Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah diketahui (advence-organizers)
2.       Diskriminabilitas
Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan dengan jelas.

MENGAJAR

Mengajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar untuk merobah tingkah laku atau memberikan keterampilan baru kepada seseorang.

Teori-teori mengajar
1)      Teori Assosiasi (dikemukakan oleh Herbart)
mengajar adalah memberikan tanggapanatau pengetahuan seluas-luasnya kepada anak. Tujuannya adalah berfikir, yaitu membuat hubungan antara tanggapan dengan pengetahuan baru ( bahan yang akandiajarkan), dan agar pengajaran dapat diterima maka pengajaran harus tahap demitahap. Langkah mengajar dengan teori ini, sebagai berikut
a.       Persiapan;
b.       presentasi (penyajian);
c.       mengadakan perbandingan dan asosiasi bahan;
d.       perumusan/ penyimpulan;
e.      aplikasi/penerapan
2)      Teori Gestalt atau lebih dikenal dengan teori totalitas
Berpandangan bahwamanusia menghayati sesuatu perangsang ditanggapi secara keseluruhan, bukan bagian-bagian dari perangsang itu. Mengajar berdasar teori ini adalah memperjelas dan memperinci perangsang totalitas menjadi jelas bagian-bagiannyadan ikatan bagian-bagian itu. Dengan begitu sistematik pengajaran menurut teoriini ialah dari hal yang spesifik menuju pengetahuan yang menyeluruh.
3)      Teori kognitif
pembelajaran menurut teori belajar kognitif adalah caraguru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. Ini sesuai dengan pengertian belajar menurut aliran kognitif yang menekankan pada kemampuan mengenal padaindividu yang belajar. Pada umumnya teori ini diterapkan dengan eksperimen/percobaan langsung terhadap hal-hal yang sedang dipelajari.
4)      Teori Daya
menurut teori ini jiwa manusia terdiri atas berbagai macam daya, yaitu daya mengenal, merasa, menghayal, mengamati, menyimpan, mereproduksi, mengasosiasikan tanggapan, berkehendak, mengingat dan berfikir. Daya yang dimaksud disini adalah kemampuan di dalan diri individu. Tiap daya dapat dididik dan dilatih sendiri-sendiri secara terpisah. Karenanya menurut teoriini bahan /tugas/ latihan apa saja yang diberikan tidak menjadi problem, makamengajar berdasarkan teori ini orientasinya memberikan bahan/tugas/latihan sebanyak-banyaknya. Tujuan latihan-latihan itu diberikan sebagai faktor yang mendukung berkembangnya kemampuan yang dimiliki seseorang dalam hidupnya
5)      Teori Behaviorik (Teori Tingkah Laku)
menekankan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Mengajar juga merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara langsung dan teratur yang dilaksanakan agar terciptakondisi belajar (Billings dan Halstead, 1998). Lingkungan yang mendukung dalam proses belajar dapat mengubah pola kebiasaan orang itu dalam belajarnya (Rankin dan Stallings, 2001). Sebagai contoh, pengajar menciptakan situasi belajar diskusi (stimulus) agar murid dapat menyelesaikan masalah dengan berbagaisudut pandang  (respon yang diinginkan).
6)      Teori Vygotsky
menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peser tadidik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun masih berada dalam jangkauan kemampuan
 (zone of proximal development). Daerah ini terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikansebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Oleh karenanya, teori ini juga disebut teori perancahan (Scaffolding). Tidak hanya mendapatkan bantuan dari orang yang lebih tua, atau teman sebaya, namun diharapkan murid mendapatkan kemampuan bertanggung jawab untuk melakukan tugasnya sendiri melalui proses belajar (Kozier, 1995).


Kamis, 02 Februari 2012


BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR



Kegiatan belajar bagi anak usia sekolah dasar mempunyai arti dan tujuan tersendiri. Hal ini berkaitan dengan ciri-ciri atau karakteristik anak yang bersangkutan. Seorang guru Sekolah Dasar sewajarnya memahami bahwa komponen anak merupakan komponen terpenting dalam proses pengajaran. Inilah suatu pendekatan pengajaran yang dikenal dengan sebutan “Developmentally Appropriate Practice” (DAP).
Pendekatan pengajaran yang berorientasi pada pendekatan anak (DAP), merujuk pada pemahaman yang mendalam (philosophy) tentang pentingnya pengetahuan mengenai perkembangan anak ke dalam setiap keputusan pengembangan program dan praktek pengajaran. Dengan pendekatan DAP pengajar berorientasi pada apa yang peserta didik sukai, apa yang peserta didik harapkan, atau bahkan apa yang peserta didik mungkin inginkan.

A.      HAKEKAT PENDEKATAN “DAP”

Developmentally Appropriate Practice (DAP) itu suatu kerangka acuan, suatu filosofis atau juga pendekatan mengenai bagaimana berinteraksi dan bekerja bersama anak (peserta didik). Pendekatan DAP didasarkan atas akumulasi data atau fakta dan hasil-hasil penelitian yang menerangkan tentang apa yang peserta didik sukai.
Dalam setiap pengajaran, guru akan selalu dituntut untuk mampu membuat keputusan. Keputusan inilah yang akan menetapkan apakah suatu pengajaran yang ditempuh guru itu telah mempertimbangkan pengetahuan mengenai anak atau belum.
Menurut pendapat Bredekamp (1087) konsep “Developmentally Appropriate Practice” (DAP) menunjukkan bahwa pendekatan pengajaran yang berorientasi pada perkembangan anak itu mempunyai dua dimensi pemahaman. Pertama adalah dimensi umur (age appropriate ) dan yang kedua adalah dimensi individual (individually appropriate).
Dengan memahami dimensi umur (peserta didik), guru dalam menyelenggarakan pengajarannya itu tidak akan pernah bisa mengabaikan aspek perkembangan peserta didik. Pemahaman tentang keunikan perkembangan peserta didik dalam rentang waktu (umur) tersebut selayaknya menjadi acuan atau dasar filosofis setiap pelayanan program pengajaran yang disediakan guru. Guru sepatutnya mampu mempersiapkan dan menyediakan lingkungan belajar dan pengalaman belajar yang benar-benar ”appropriate” ( layak, pantas, cocok, padan atau tepat ) dengan perkembangan anak.
Selanjutnya, dengan memahami dimensi individual (si-anak), guru dalam menyelanggarakan pengajarannya tidak akan pernah bisa mengabaikan keunikan peserta didik. Keunikan sebenarnya memperlihatkan eksistensi perbedaan sekaligus akan menolak perlakuan yang “mempersamakan”  atau “menyamaratakan”. Pemahaman lebih lanjut atas keunikan peserta didik menyiratkan bahwa demokratisasi dalam pengajaran menjadi sebuah tuntutan.

B.      KARAKTERISTIK ANAK SEKOLAH DASAR

Karakteristik anak Sekolah Dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Bassett, Jacka dan Logan (1983) berikut ini:
a.   Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri.
b.      Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang.
c.   Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru.
d.  Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan.
e.    Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang tejadi.
f. Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.

C.      ARTI DAN KEGIATAN BELAJAR BAGI ANAK SEKOLAH DASAR

Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan . pengertian belajar yang labih modern diungkapkan Morgan dkk. (1986) sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman.
Dalam konteks sekolah seoarang anak dikatakan telah belajar apabila perubahan-perubahan yang terjadi  pada anak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah dan masyarakat. Jadi terhadap hal yang bersifat negatif dan tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah dan masyarakat tidak dapat kita katakan belajar walaupun diperoleh dari latihan atau pengalaman.
Kegiatan belajar yang diciptakan guru sebagaimana tuntutan pendekatan DAP, sepatutnyalah didasarkan atas pemahaman bagaimana anak usia Sekolah Dasar itu belajar. Paham yang dianggap modern tentang bagaimana anak usia SD itu belajar bersifat konstruktivistik; dipelopori oleh Jean Piaget (1896 – 1980), Lev Vygotsky (1896 – 1934) dan Bruner (1060-an).
a.     Bagi Piaget, anak adalah seorang yang aktif membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya pikirannya sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis.
b.  Bagi Vygotsky, anak itu mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi pengajaran dan sosial dengan orang dewasa (guru) asalkan orang dewasa (guru) itu menjembatani arti dengan bahasa dan tanda atau simbol, yang dapat mengamati anak untuk kemudian anak itu tumbuh kearah pemikiran-pemikiran verbal.
c.  Sedangkan bagi Bruner, anak melalui aktivitas dengan orang dewasa (guru) menkonstruksi pengetahuan mereka itu dalam bentuk tampilan spiral mulai dari “pre-speech” sebagaimana anak menetapkan format, peranan dan hal-hal yang rutin yang membuatnya merasa bebas untuk kemudian dapat terlibat dengan penggunaan bahsa yang lbih kompleks sebagaimana tersaji dalam suatu realitas.

Terdapat sejumlah tujuan belajar yang sewajarnya dapat diwujudkan guru dalam kegiatan belajar anak didiknya di Sekolah Dasar, yakni:
1.       Menjadikan anak-anak senang, bergembira dan riang dalam belajar.
2.      Memperbaiki berpikir kreatif anak-anak, sifat keingintahuan, kerja sama harga diri, dan rasa percaya pada diri sendiri, khususnya dalam menghadapi kehidupan akademik.
3.       Mengembangkan sikap positif anak-anak dalam belajar.
4.   Mengembangkan afeksi dan kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dilingkungannya, khususnya perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosial dan teknologi.

D.      HAKEKAT MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR

1.       Pengertian Mengajar

Beberapa pandangan tentang mengajar dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.   Mengajar dipandang sebagai ilmu (teaching as a science), artinya terdapat landasan yang mendasari kegiatan mengajar baik dari filsafat ilmu maupun dari teori-teori belajar mengajar, sifatnya metodologi dan prosedural.
b.    Mengajar sebagai teknologi (teaching as a technology), yaitu penggunaan perangkat alat yang dapat dan harus diuji secara empiris.
c. Mengajar sebagai suatu seni (teaching as an art), yang mengutamakan performance/penampilan guru secara khas dan unik yang berasal dari sifat-sifat guru dan perasaan serta nalurinya.
d.      Mengajar sebagai pilihan nilai (wawasan kependidikan guru), bersumber pada pilihan nilai atau wawasan kependidikan yang dianut guru.
Untuk membuat suatu keputusan yang tepat dengan mengembangkan suatu sistem pengajaran, seorang guru Sekolah Dasar paling tidak bertanggungjawab dalam:
a.      Mengkondisikan anak untuk menyukai, merasa gembira dan senang belajar di sekolah. Guru SD dituntut untuk mahir menciptakan suatu situasi yang memungkinkan anak terhindar dari rasa stres, perasaan bimbang, khawatir, dan perasaan mencekam.
b.      Mengembangkan berbagai cara dan metode yang bervariasi dan menarik di dalam mengajar secara terpadu, seperti ceramah, bercerita, memimpin diskusi dan proses penemuan, menengahi konflik, pemecahan masalah yang dihadapi anak, dan sebagainya.
c.       Menjembatani “gap” antara kehidupan sekolah dengan kehidupan anak itu sendiri dalam pengajaran.
d.      Mengobservasi gaya belajar mereka, kebutuhannya dan menaruh perhatian atas tuntutan individual si anak dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum yang berlaku.

2.       Tujuan Pengajaran dan Tujuan Pengiring

Tujuan dalam kegiatan belajar mengajar juga disebut tujuan instruksional atau tujuan pengajaran.
Tujuan instruksional dalam setiap proses belajar mengajar dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Tujuan Instruksional Umum (TIU) adalah pernyataan umum tentang tujuan yang hendak dicapai dalam satu kesatuan materi pelajaran. Tujuan ini merupakan tujuan yang dinyatakan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran(GBPP) untuk setiap bidang studi sebagaimana kurikulum yang berlaku.
b.      Tujuan Instruksional Khusus (TIK), yaitu tujuan instruksional yang harus dicapai dalam satu pokok bahasan. TIK bersifat khusus (spesifik) dan mudah diukur. Suatu rumusan TIK biasanya memuat kriteria berikut:
A = Audiance, yaitu peserta didik sebagai subjek didik yang akan ditangani guru dalam kegiatan pembelajaran.
B = Behaviour, yaitu tingkah laku yang dapat diukur karena sifatnya yang khusus dan dapat diketahui perubahannya.
C = Condition, yaitu kondisi atau keadaan yang semestinya tercipta menyertai kegiatan pembelajaran.
D = Degree, yaitu tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikap yang diharapkan dapat dicapai olehpeserta didik.

Tujuan instruksional adalah tujuan yang secara eksplisit terkandung dalam TIU dan TIK. Namun adakalanya guru mengharapkan peserta didiknya dapat mencapai tujuan-tujuan lainnya yang terkandung secara implisit atau tidak tertulis di dalam perumusan yang telah dibuat.