Rabu, 29 Februari 2012

KONSEP PENDIDIKAN KECAKAPAN UNTUK HIDUP (LIFE SKILLS EDUCATION)


1.      Pendahuluan
Dewasa ini masalah “life skills” melalui pendidikan formal menjadi aktual lagi untuk dibahas kembali dengan berbagai macam latar belakangnya yang sangat rasional. Uraian berikut mencoba untuk memahami masalah “life skills” tersebut secara garis besar sebagai wacana bagi para pemerhati masalah pendidikan untuk bahan renungan.
2.      Perjalanan hidup
Untuk mampu menjalani kehidupannya, sejak dilahirkan setiap orang telah dibekali dengan berbagai potensi untuk dapat mengenali tek- teki misteri tentang dirinya. Pengenalan ini dicapainya melalui daya fisiknya, melalui daya fikirnya, melalui daya emosionalnya dan melaui daya spiritualnya yang menyatu menjadi daya kalbu untuk melakukan dialog dan kemudian berkarya sesuai dengan aturan Tuhan, yaitu sang penciptanya. Hal ini dapat dianalogikan dengan potensi pada makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan.
3.      Kecakapan untuk hidup
Kemampuan kecakapan untuk menjalani kehidupan ini pada awalnya berkembang secara alamiah melaui pendidikan informal pada keluarga dan masyarakat. Kemudian secara formal upaya untuk mengembangkan dan memperkuat potensi yang telah ada ini dirancang dengan sistematis kedalam suatu kurikulum untuk diberikan kepada anak didik melalui pendidikan disekolah dengan alokasi waktu dan jam pelajaran tertentu pada setiap minggu, mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah menengah, sampai dengan perguruan tinggi.
4.      Pendidikan kecakapan untuk hidup
Terdapat empat persoalan besar dalam menjalani kehidupan, antara lain: pertama persoalan yang berkaitan dengan dirinya sendiri, kedua persoalan yang berkaitan dengan kebaradaannya bersama-sama dengan orang lain, ketiga persoalan yang berkaitan dengan keberadaannya disuatu lingkungan alam tertentu, dan keempat persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya, baik yang berkaitan dengan pekerjaan utama yang ditekuni sebagai  mata pencaharian maupun pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.
Selain empat persoalan diatas, terdapat empat jenis pendidikan kecakapan yang perlu diberikan untuk mempersiapkan anak didik agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan atau kemampuan untuk menempuh perjalanan hidup itu baik melalui pendidikan informal didalam keluarga dan masyarakat, maupun melalui pendidikan disekolah hendaknya mencakup:
a.      personal skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengkualitaskan jati dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil sang pencipta di planet bumi ini
b.      social skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia
c.       environmental skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitarnya, untuk menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya
d.      vocatioanal atau oocupational skills education’ adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis pekerjaan tertentu
5.      Kecakapan untuk menemukan jati diri
personal skills’ atau kecakapan untuk memahami dan menguasai diri sendiri, yaitu suatu kemampuan berdialog yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk dapat mengaktualisasikan jati diri dan menemukan kepribadiannya. Oleh karena itu pada dasarnya personal skills ini mencakup dua macam kemampuan yang saling berpengaruh, yaitu kemampuan yang bersifat ragawi atau jasmani atau ‘physical’ dan kemampuan yang bersifat sukmawi atau rohani atau ‘non-physical’ yang dikategorikan kedalam tiga cabang kemampuan yang menyatu sebagai intik kemampuan kalbu yang bermoral pada diri seseorang, yaitu:
a.    Kemampuan physical, kemampuan ini dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menjaga kesehatan tubuh, raga atau jasmani sebagai tempat bersemayamnnya roh.
b.  Kemampuan intelektual, kemampuan ini yang disebut juga kemampuan akal dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara berdialog dengan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk dapat menguak misteri dari berbagai keberadaan alam fisik dan alam gaib yang telah disediakan oleh sang pencipta.
c.    Kemampuan emosional, kemampuan ini yang disebut juga kemampuan rasa dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan perasaannya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang diberi martabat mulia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di planet bumi.
d.      Kemampuan spiritual, ada dua pertama sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan Tuhan sebagai sang pencipta; kedua sebagai kecakapan untuk berdialog dengan ayat-ayat Tuhan baik yang tertulis di dalam kitab-kitab suci maupun yang tertulis pada semua wujud ciptaan-Nya.
6.      Kecakapan untuk bermasyarakat
‘social skills’ atau kecakapan untuk bermasyarakat diperlukan oleh seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan sesama manusia sebagai tempat untuk bersilaturahmi, untuk mewujudkan rasa kasih sayang yang dihasilkan oleh ‘emotional skills’.
7.      Kecakapan untuk memelihara lingkungan
‘environmental skills’ atau keterampilan untuk menghargai lingkungan diperlukan oleh seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan lingkungan, yaitu alam nyata atau lam wujud dan alam gaib, sebagai tempat manusia berdiri untuk menginjakkan dan melangkahkan kakinya dalam menempuh perjalanan hidup.
8.      Kecakapan untuk menguasai dan menyenangi pekerjaan
‘vocational skills’ atau ‘occupational skills’ dapat digambarkan sebagai kecakapan yang diperlukan oleh seseorang untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang halal untuk menopang kelancaran perjalanan hidupnya.
Kecakapan vokasional yang diperoleh melalui pendidikan informal di dalam keluarga atau masyarakat terdiri atas bermacam-macam jenis kecakapan mulai dari tingkat tenaga kasar, tingkat terampil sampai dengan tingkat mahir. Sedangkan kecakapan vokasioanal yang diperoleh melalui pendidikan formal  di dalam sekolah atau kursus terdiri atas beberapa tingkat keprigelan atau kemahiran yang berjenjang dan diakui secara resmi dengan kategori sebagai berikut:
a. Tingkat tidak terlatih (pembantu pelaksana) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja yang unskilled-lulusan Sekolah Dasar atau yang sederajad.
b.  Tingkat setengah terlatih (pelaksana) dikategorikan sebagai calon tenaga, semi skilled-lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang sederajat dan kursus-kursus singkat keterampilan pra-vokasioanal
c.    Tingkat juru (juru teknik) dikategorikan sebagai tradesman-lulusan Sekolah Menengah Kejujuran, Sekolah Menengah Kedinasan, Sekolah Menengah Umum
d.  Tingkat teknisi (pengatur) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja trades technician-lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dengan mendapat tambahan latihan khusus
e.   Tingkat teknisi ahli (penata ahli) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja higher technician-lulusan Politeknik, Akademi, Diploma pada Perguruan Tinggi
f.  Tingkat sarjana (profesioanal) dikategorikan sebagai calon tenaga kerja profesional-lulusan Perguruan Tinggi S1, S2, sampai dengan S3
9.      Keterampilan antar berbagai kecakapan untuk hidup
Keempat jenis kecakapan ini, yaitu ‘personal skills’, ‘social skills’,  ‘environmental skills’ dan ‘vocational skills’ bersifat komplementer, saling melengkapi antar yang satu dengan yang lainnya.
10.  Implementasi pendidikan kecakapan untuk hidup
Dalam melaksanakan kebijakan pndidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup, maka fokus utama kegiatan pendidikan haruslah ditujukan untuk mempersiapkan para siswa agar memiliki kecakapan untuk hidup, agar mampu menempuh perjalanan hidup. Untuk pendidikan formal misalnya:
a.      Bagaimana kurikulumnya?
b.      Bagaimana proses pembelajarannya?
c.       Bagaimana pengorganisasian gurunya?
d.      Bagaimana pemanfaatan media belajarnya?
e.      Bagaimana contoh modelnya?


Dibawah ini artikel pendidikan mengenai pendidikan life skills
Artikel Pendidikan
Urgensi Pendidikan Life Skill
04/03/2010
Sepanjang sejarah, orang – orang muda seusia anak didik kita merupakan bagian dari suatu masyarakat yang paling produktif. Namun sayangnya, keproduktifan yang dimiliki oleh rata – rata kaum muda itu tidak termanfaatkan secara optimal disebabkan kurangnya arahan dan motivasi. Maka, yang sering terjadi, alih – alih memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat luas, sebagian kaum muda itu malah menjadi beban bagi lingkungan di mana mereka tinggal. Sebutlah misalnya kenakalan remaja (yang ditandai dengan dilakukannya tawuran, pemakaian alkohol dan narkoba dan lain sebagainya).
Kondisinya semakin parah ketika kaum muda tadi lulus dari sekolah. Mereka terjebak pada masalah pengangguran disebabkan minimnya lapangan pekerjaan dan ketidak-mampuan untuk menciptakan pekerjaan. Bertambahlah deret pengangguran yang merupakan salah satu faktor peningkatan angka kriminal.
Pendidikan disebut – sebut sebagai salah satu penyebab terjadinya situasi ini. Pendidikan dituding telah gagal membantu peserta didik dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi mereka yang nantinya akan berguna bagi diri mereka sendiri dan masyarakat. Mengapa? Karena pendidikan yang berlangsung selama ini hanya mengedepankan kemampuan akademik. Padahal, pendidikan seharusnya dapat memberikan kemampuan yang dibutuhkan anak untuk hidup. Latar belakang inilah yang di kemudian hari mencetuskan perlunya pendidikan yang lebih berorientasi pada life skill (kecakapan hidup).
Pendidikan Life Skill dipandang sebagai solusi tepat bagi permasalahan yang muncul. Team Broad Base Education Depdiknas merumuskan bahwa tujuan pendidikan life skill adalah:
Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
Pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakatr, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang
Membebankan pembelajaran yang fleksibel dan memanfaatkan potensi SDM yang ada di masyarakat dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
6. Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.
Untuk mencapai tujuan ini peserta didik perlu memiliki kecakapan dalam memimpin, berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama dan kecakapan intelektual sekaligus. Selain itu, mereka juga harus memiliki kemauan keras untuk bertanggung jawab dan menghargai diri mereka sendiri. Kecakapan – kecakapan di atas merupakan modal dasar untuk menjalani hidup yang lebih berkualitas. Selebihnya adalah dimilikinya ketrampilan dan keahlian yang diperlukan oleh masyarakat.
Karena, sebagaimana ditulis di muka, pendidikan selama ini masih berorientasi pada kemampuan akademis, maka perlukah kurikulum pendidikan kita diubah? Tidak perlu. Yang perlu kita lakukan adalah menyesuaikan kurikulum yang telah ada agar dapat menjawab kebutuhan – kebutuhan yang diperlukan secara nyata oleh masyarakat.
Pendidikan Life Skill dapat diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Metode pembelajaran setiap mata pelajaran dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang jiwa kepemimpinan, ketrampilan berkomunikasi, bernegosiasi, bekerja sama, memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis, dan mengevaluasi diri sendiri. Selain itu perlu diciptakan atmosfir pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat memiliki kepercayaan diri dengan cara menghargai setiap usaha mereka dan berpikir positif bahwa apapun yang mereka lakukan merupakan bagian dari proses untuk meraih keberhasilan.
Proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa, jika dilaksanakan secara benar, sebetulnya telah dapat mengakomodir kebutuhan siswa akan kecakapan yang penulis sebutkan di muka. Karena itu, guru harus terus menerus dilatih untuk dapat menerapkan metode pembelajaran yang ideal dan efektif. Dan, semestinya tidak berhenti hanya pada pelatihan, evaluasi secara berkala juga diperlukan untuk menjaga agar proses pembelajaran yang ideal itu tetap berlangsung. Bukan hanya sebagai aktifitas yang hangat – hangat tahi ayam.
Selain itu, diperlukan upaya yang serius untuk mengidentifikasi bakat dan kecenderungan masing – masing siswa. Identifikasi atas bakat dan kecenderungan tiap siswa ini penting sebagai acuan dasar dalam melatih ketrampilan mereka. Pelatihan ketrampilan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa lebih menjamin keberhasilan dari upaya untuk meningkatkan ketrampilan menjadi keahlian di kemudian hari. Selanjutnya, tiap sekolah seharusnya menyediakan berbagai jenis pelatihan ketrampilan untuk menampung minat dan bakat masing – masing siswa yang berbeda – beda.
Terakhir, untuk mengadopsi konsep Broad Base Education (BBE) atau Pendidikan Berbasis Luas, diperlukan kecermatan untuk mengetahui kebutuhan yang paling mendesak dari masyarakat setempat. Kebutuhan masyarakat perkotaan tentu berbeda dengan kebutuhan masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu, tentu merupakan upaya yang sia – sia jika melatih siswa agar trampil dalam reparasi komputer, misalnya, di tengah masyarakat yang banyak berkutat di bidang pertukangan kayu. Diperlukan kejelian dalam melihat kebutuhan masyarakat ini. Pemilihan pelatihan yang hanya didasarkan pada prestise tanpa mengacu pada kebutuhan dasar yang mendesak dari masyarakat sekitar hanya akan berujung pada kemubadziran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar